Rabu, 07 Maret 2012

KABUKI - TEATER KHAS KEBUDAYAAN JEPANG

  Kabuki adalah salah satu perwujudan kesenian tradional Jepang. Dalam bentuk drama kabuki yang mulai dikenal dan berkembang di Jepang pada era Tokugawa sebagai bentuk kesenian kota, terutama dari kalangan masyarakat pedagang dan perajin.
  Berdasarkan sejarah kabuki tersebut, sejarah kabuki diciptakan pada abad ke -17 (tepatnya pada tahun 1603) dengan pertunjukan dramatis ang dibawakan oleh wanita yang bernama Okuni di kuil Kitano Temmangu, Kyoto. Kemungkinan besar Okuni seorang Miko asal kuil Izumo Taisha.
   Untuk membentuk kelompok penyanyi dan penari, untuk menyelenggarakan pertunjukan seni guna mencari dana di kuil tersebut. Berhubung di dalam ada ajaran agama Buadha, maka orang dilarang menari dan menyanyi di dalam kuil tersebut. Kemudian Okuni dan kawan-kawan melakukan pementasan seni yaitu nyanyian dan tarian secara berkeliling dari satu tempat ke tempat lain hinga akhirnya sampai ke kota-kota.      
   Pertunjukan Okuni dan kawan-kawan, pada mulanya tidak dilakukan di atas panggung, namun Okuni dan kawan-kawan di undang Tokugawa untuk mengadakan pementasan drama kabuki di atas panggung dan selanjutnya Tokugawa menjadi pendukung drama Kabuki dan sekaligus menjadi pengawas drama tersebut. Pada saat yang sama kaum pedagang yang memiliki ekonomi yang hebat tertarik pada kabuki.
   Dengan kekuatan uang dan kekaayaan tersebut, kaum pedagang dan pengrajin yang umumnya menjadi penduduk kota mulai tertarik untuk mengembangkan kebudayan bayu yang mempunyai sumber eksistensi pementasan seni seperti yang dilakukan oleh okun dan kawankawannya dari kuil Izumo, menemukan lahan pertanian yang subur sehingga kemudian berkembang menjadi seni drama Kabuki.
   Pengungkapan aspek kehidupan secara realitik dan sensualitik, menjadi salah satu ciri yang disenangi dalam drama kabuki saat itu oleh karenanya tidakalah mengherankan jika kabuki dianggap dan diakui sebagai salah satu pencerminan kaum pedagang dan pengrajin.
  Seiring berkembangnya drama kabuki pada zaman Edo ini, yang didukung oleh Tokugawa banyak diciptakan berbagai macam cerita kabuki baik yang bersifat jidaimono (cerita yang bersifat sejarah), yang termasuk dalam kelompok Jidaimono adalah Taiheki sekai, Heki monogatari no sekai, shoaga mono no sekai. Maupun sewamono atau cerita yang berifat realita, salah satu cerita kabuki yang bersifat sewamono adalah Kannadehon chusingura.
   Kanedehon chusingura adalah drama ditulis oleh Chikamatsu Monzaemon d tahun 1706 (Takeuchi, 1954:627). Drama didasarkan pada tragedi Akouroshi di Nabesimma (Desa Han, Hiroshima). Pada tahun 1701 ( periode Edo Jepang) ini tragedi tentang bunuh diri dari 47 anggota samurai sebagai ekspresi loyalitas untuk majikan mereka.
Sumber : Usu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar