Ivonne teringat nada penuh cemooh yang dilontarkan Novelita saat mengetahui bahwa Ivonne yang ditunjuk menjadi personal assistant Theofilus Lundenberg.
“Kenapa si gadis aneh itu, sih, yang dipilih jadi asisten pribadi Mr. Theofilus Lundenberg?
Malu-maluin kantor kita saja! Mending juga Ita saja, deh, yang jadi asisten Mr. Theo. Pasti akan lebih memuaskan...!” seru Ita, disambung dengan cekikikan centilnya. Ita berkata-kata dengan volume suara yang tidak dipelankan. Kentara sekali kalau dia ingin Ivonne mendengar apa yang dia katakan.
Ivonne menghela napas. Dia tahu, dia dipandang sebagai gadis aneh. Gadis yang selalu melakukan segala sesuatu tiga kali. Gadis yang terlalu perfectionist –dengan kecenderungan yang mengerikan. Gadis yang selalu dingin dan kaku, terhadap wanita dan, terutama, terhadap lelaki.
Dia sebenarnya juga tidak mau menjadi gadis aneh. Dia ingin berhenti melakukan ’ritual tiga’-nya, dia ingin menjalin relasi yang hangat dengan orang lain, dia juga ingin lebih santai. Sama seperti orang normal lainnya. Tapi... dia takut.
Dia takut, kalau tidak melakukan ’ritual tiga’, maka sesuatu yang buruk akan terjadi. Dia takut, kalau tidak selalu memeriksa apa yang dilakukan, maka kesalahan kecil akan berakibat fatal.
Dia juga takut untuk ’dekat’ dengan orang lain. Dia takut ’kedekatan’ mereka akan membahayakan hidup si lelaki. Seperti kedekatan dengan kedua orang tuanya yang menyebabkan mereka meninggal. Dia bahkan takut hanya dengan membayangkan semua itu.
Ivonne berjalan mantap ke arah mejanya. Banyak yang harus dia persiapkan untuk menyambut kedatangan Mr. Theofilus Lundenberg. Dia duduk tiga kali, menepuk punggung tangannya tiga kali, kemudian mulai melakukan tugasnya.
”Ivonne, tolong jemput Mr. Lundenberg di bandara.” Pak Darmawan menghampiri meja kerjanya.
“Sebelumnya, tolong kamu persiapkan bahan untuk meeting intern siang ini. Oh ya, nanti perlihatkan juga bahan meeting-nya kepada Mr. Lundenberg, kalau-kalau masih ada yang perlu dia tambahkan.”
“Baik, Pak Darmawan Sejati,” jawab Ivonne, mengangguk. Dia memang membiasakan diri untuk memanggil orang lain dengan nama lengkapnya. Ini adalah salah satu usahanya untuk tidak mengakrabkan diri dengan orang lain. Dia mulai mengerjakan tugas yang diberikan Pak Darmawan dan setelah semuanya siap, dia menghubungi Pak Andi, sopir kantor, dan bergegas menuju bandara.
*****
Bandara selalu ramai. Tidak pernah sepi. Ivonne berjinjit agar dapat lebih jelas memperhatikan penumpang yang berhamburan keluar. Pak Andi berdiri di sebelahnya sambil mengangkat tinggi-tinggi papan bertuliskan ’PT Kimia Utama’. Ivonne menerka-nerka dalam hatinya. Seperti apa rupa Mr. Lundenberg.
Pak Darmawan bilang, Mr. Theofilus Lundenberg adalah seorang pekerja yang perfectionist. Dia selalu serius dengan pekerjaannya. Dia selalu melakukan segala sesuatu dengan cermat dan penuh perhitungan.
Ivonne merapikan setelan biru tuanya tiga kali dan memeriksa gelung rambutnya tiga kali. Dia harus terlihat profesional dan serius untuk menyambut tamu kehormatan PT Kimia Utama.
Seorang lelaki mendekati Ivonne. Dia mengenakan polo-shirt warna kuning.
”PT Kimia Utama?” tanyanya, sambil tersenyum ramah.
Ivonne mengangguk, tampak ragu. ”Mr. Theofilus Lundenberg?”
Lelaki itu mengangguk. Dia mengulurkan tangannya. ”Panggil saja saya Theo,” ujarnya, dengan bahasa Indonesia yang sempurna.
Ivonne tidak terkejut. Pak Darmawan sudah memberi tahu bahwa walaupun Theofilus Lundenberg lahir di Australia, nenek dari pihak ibunya adalah wanita Indonesia asli. Bahasa Indonesia merupakan bahasa ibu yang sering digunakannya sehari-hari.
“Kenapa si gadis aneh itu, sih, yang dipilih jadi asisten pribadi Mr. Theofilus Lundenberg?
Malu-maluin kantor kita saja! Mending juga Ita saja, deh, yang jadi asisten Mr. Theo. Pasti akan lebih memuaskan...!” seru Ita, disambung dengan cekikikan centilnya. Ita berkata-kata dengan volume suara yang tidak dipelankan. Kentara sekali kalau dia ingin Ivonne mendengar apa yang dia katakan.
Ivonne menghela napas. Dia tahu, dia dipandang sebagai gadis aneh. Gadis yang selalu melakukan segala sesuatu tiga kali. Gadis yang terlalu perfectionist –dengan kecenderungan yang mengerikan. Gadis yang selalu dingin dan kaku, terhadap wanita dan, terutama, terhadap lelaki.
Dia sebenarnya juga tidak mau menjadi gadis aneh. Dia ingin berhenti melakukan ’ritual tiga’-nya, dia ingin menjalin relasi yang hangat dengan orang lain, dia juga ingin lebih santai. Sama seperti orang normal lainnya. Tapi... dia takut.
Dia takut, kalau tidak melakukan ’ritual tiga’, maka sesuatu yang buruk akan terjadi. Dia takut, kalau tidak selalu memeriksa apa yang dilakukan, maka kesalahan kecil akan berakibat fatal.
Dia juga takut untuk ’dekat’ dengan orang lain. Dia takut ’kedekatan’ mereka akan membahayakan hidup si lelaki. Seperti kedekatan dengan kedua orang tuanya yang menyebabkan mereka meninggal. Dia bahkan takut hanya dengan membayangkan semua itu.
Ivonne berjalan mantap ke arah mejanya. Banyak yang harus dia persiapkan untuk menyambut kedatangan Mr. Theofilus Lundenberg. Dia duduk tiga kali, menepuk punggung tangannya tiga kali, kemudian mulai melakukan tugasnya.
”Ivonne, tolong jemput Mr. Lundenberg di bandara.” Pak Darmawan menghampiri meja kerjanya.
“Sebelumnya, tolong kamu persiapkan bahan untuk meeting intern siang ini. Oh ya, nanti perlihatkan juga bahan meeting-nya kepada Mr. Lundenberg, kalau-kalau masih ada yang perlu dia tambahkan.”
“Baik, Pak Darmawan Sejati,” jawab Ivonne, mengangguk. Dia memang membiasakan diri untuk memanggil orang lain dengan nama lengkapnya. Ini adalah salah satu usahanya untuk tidak mengakrabkan diri dengan orang lain. Dia mulai mengerjakan tugas yang diberikan Pak Darmawan dan setelah semuanya siap, dia menghubungi Pak Andi, sopir kantor, dan bergegas menuju bandara.
*****
Bandara selalu ramai. Tidak pernah sepi. Ivonne berjinjit agar dapat lebih jelas memperhatikan penumpang yang berhamburan keluar. Pak Andi berdiri di sebelahnya sambil mengangkat tinggi-tinggi papan bertuliskan ’PT Kimia Utama’. Ivonne menerka-nerka dalam hatinya. Seperti apa rupa Mr. Lundenberg.
Pak Darmawan bilang, Mr. Theofilus Lundenberg adalah seorang pekerja yang perfectionist. Dia selalu serius dengan pekerjaannya. Dia selalu melakukan segala sesuatu dengan cermat dan penuh perhitungan.
Ivonne merapikan setelan biru tuanya tiga kali dan memeriksa gelung rambutnya tiga kali. Dia harus terlihat profesional dan serius untuk menyambut tamu kehormatan PT Kimia Utama.
Seorang lelaki mendekati Ivonne. Dia mengenakan polo-shirt warna kuning.
”PT Kimia Utama?” tanyanya, sambil tersenyum ramah.
Ivonne mengangguk, tampak ragu. ”Mr. Theofilus Lundenberg?”
Lelaki itu mengangguk. Dia mengulurkan tangannya. ”Panggil saja saya Theo,” ujarnya, dengan bahasa Indonesia yang sempurna.
Ivonne tidak terkejut. Pak Darmawan sudah memberi tahu bahwa walaupun Theofilus Lundenberg lahir di Australia, nenek dari pihak ibunya adalah wanita Indonesia asli. Bahasa Indonesia merupakan bahasa ibu yang sering digunakannya sehari-hari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar