Wajah Bu Nanik tidak kelihatan heran melihatku sudah duduk di mejaku pada pukul 7.30 keesokan harinya. Aku sendiri sudah berada di sana sejak setengah jam lalu. Terus terang, semalaman aku tidak bisa tidur dengan nyenyak karena penasaran. Aku perlu datang pagi ke kantor hanya untuk meminta izin Bu Nanik membuka file para sekretaris.
Dengan cepat aku memeriksa berkas-berkas yang tersusun rapi berdasarkan abjad yang segera kucabut dari tempatnya. Marissa, Nadia, Tere, Luisa, dan Delia sendiri. Kelimanya kubawa ke ruanganku agar bisa menghirup udara bersih dari AC berteknologi nano itu.
Tanpa menghiraukan Bu Nanik, aku mulai membuka berkas-berkas itu satu per satu. Dimulai dari Marissa Subyastuti. Lahir di Yogya, 5 Juni 1959. Lulus ASMADJY tahun 1979. Bergabung dengan perusahaan sejak 1982 – 1988. Keluar atas permintaan sendiri. Alamat terakhir di Apartemen Satelite Surabaya.
Theresia Susanti, lahir di Tabing, 15 April 1964. Lulusan YASMI Medan tahun 1986. Bergabung dengan perusahaan sejak tahun 1988 – 1990. Mengundurkan diri setelah mengalami kecelakaan pada September 1990. Alamat terakhir di Perumahan Griya Kencana D/16 Surabaya.
Kemudian Nadia Rahmadhanti. Lahir di Yogya, 5 Juni 1968. Lulusan ASMADJY tahun 1989. Bergabung dengan perusahaan sejak 1990 – 1998. Ia mengundurkan diri untuk menikah. Alamat terakhir yang tercatat, Apartemen Satelite Surabaya.
Yang keempat adalah Luisa Sanjaya, lahir di Pontianak 8 Agustus 1967. Lulusan Lembaga Pendidikan Profesi Surabaya ( LP2S ). Bergabung sejak 1998 – 2001. Kariernya berakhir saat ia meninggal akibat keracunan gas karbondioksida dari mobilnya sendiri. Ada kliping obituarinya pada sebuah koran tanggal 30 Maret 2001. Ia dikremasikan di sebuah krematorium di daerah Malang.
Terakhir, Delia Sumarno. Lahir di Yogya, 5 Juni 1976. Lulusan ASMADJY tahun 1999. Bergabung sejak 2001 sampai sekarang. Apartemen Satelite menjadi tempat tinggalnya dan tidak ada keterangan lain.
Kuluruskan punggungku sambil memikirkan berbagai kebetulan yang kudapati dari data di tanganku ini. Bahwa Marissa, Nadia, dan Delia tinggal di apartemen yang sama, bersekolah di tempat yang sama dan mereka memiliki tanggal lahir yang sama, yaitu 5 Juni. Hanya saja berbeda tahun. Hebat sekali. Jadi, mereka berada dalam naungan bintang yang sama, dan mungkin juga memiliki sifat atau karakter yang sama pula. Betapa sebuah kebetulan!
Bunyi nada panggil dari ponsel mengejutkan kami berdua. Bu Nanik menggeleng setelah memeriksa ponselnya. Aku pun tidak merasa bunyi itu berasal dari ponselku karena nadanya berbeda. Lalu dari ponsel siapa karena kami hanya berdua di ruangan ini? Aku jadi ingat. Ponsel Delia! Aku membawanya di dalam ransel!
Buru-buru kubuka komunikatornya dan berharap ada sebuah informasi baru yang dapat kuperoleh. Ternyata sebuah SMS masuk dari nomor yang tidak terdaftar. Isi pesannya sederhana:
Paket sudah dikirim. Harga TO baru 15 juta.
Aku terdiam dan mulai berpikir. Paket apa dan dari siapa? TO itu apa? Target operasi? Kututup ponsel itu dan kembali ke berkas lima sekretaris yang aneh ini.
Aku mengamati Bu Nanik yang masih memproses data gaji pegawai.
“Bu, maaf mengganggu sebentar.“
“Nggak apa-apa, mau tanya apa, Ran?“ ia menjawabku tanpa menoleh.
Kemudian aku menanyakan seputar keanehan tiga sekretaris Pak Yudha yang berasal dari sekolah yang sama, dan tinggal di tempat yang sama. Kecuali Tere dan Luisa. Bu Nanik mengatakan, mereka bertiga memang direkomendasikan Pak Yudha. Bahkan tinggal di apartemen milik pribadinya.
“Saya memeriksa di internet semalaman, ASMADJY -sekolah para sekretaris itu- tidak ada datanya.“
Baru sekarang kulihat perubahan dari Bu Nanik. wanita itu duduk menegak di kursinya untuk beberapa saat lamanya seperti sedang memikirkan sesuatu.
Dulu ia adalah staf personalia yang terpaksa mengerjakan tugas-tugas sekretaris bagi Pak Yudha untuk sekian belas tahun lamanya. Itu dikarenakan Marissa, Nadia, dan Delia tidak pernah melakukan tugasnya dengan baik. Mereka lebih sibuk mencari perhatian bos yang flamboyan itu. Hanya Tere dan Luisa yang benar-benar menjalankan tugasnya dengan benar. Sayangnya, mereka tidak bertahan lama.
“Sekalipun Pak Yudha tahu betapa menyebalkannya mereka, beliau tidak pernah menegur ketiganya.” Gerutuannya membuatku tercengang. ”Sebenarnya kau direkrut untuk menggantikan Delia. Pak Satya sudah tidak tahan bekerja dengannya, tidak seperti ayahnya.”
“Tapi, lama-kelamaan, aku merasa dibodohi oleh wanita-wanita itu,“ lanjutnya, masam.
Aku merasa tidak enak dengan semua ini.
“Mengenai akademi itu, Bu Nanik tidak pernah memeriksanya?“
Wanita itu menggeleng, ia kembali memunggungiku. Mengerjakan proses cetak slip gaji untuk seratus orang karyawan di sini. Aku menghela napas. “Tere mengalami kecelakaan apa?“
“Dia ditabrak mobil saat keluar dari kantor untuk makan siang. Penabraknya tidak pernah ditemukan. Kabarnya ia lumpuh sekarang.“ Ada kegetiran dalam suaranya yang membuatnya terdiam.
Kalau memang demikian adanya, maka aku memang tidak perlu menemuinya. Kehadiranku bisa jadi melukai perasaannya karena harus mengingat pengalaman terburuk dalam hidupnya. Makin ruwet saja masalah Delia ini. Sebaiknya aku segera keluar dari tempat ini. Aku khawatir bertemu dengan Satya yang akan menanyakan progres pekerjaanku.
Pak Amran, sopir perusahaan kami, sudah siap mengantarku ke rumah sakit. Rupanya ia mendapat perintah langsung dari Satya untuk membantuku menyelesaikan masalah ini. Kembali aku mendengar nada SMS dari ponsel Delia. Aku membukanya, dari nomor yang tadi.
Mana profil TO baru? Cepat balas.
Aq byk order.
Aku penasaran dengan orang ini, karena begitu bersemangat mengejar Delia. Ia pasti memiliki sesuatu yang bisa berguna. Aku minta berhenti pada sebuah wartel saat kami melintas di daerah Praban. Aku ingin tahu, dengan siapa sebenarnya Delia berhubungan.
Bersambung
Penulis: Shanty Dwiana
Dengan cepat aku memeriksa berkas-berkas yang tersusun rapi berdasarkan abjad yang segera kucabut dari tempatnya. Marissa, Nadia, Tere, Luisa, dan Delia sendiri. Kelimanya kubawa ke ruanganku agar bisa menghirup udara bersih dari AC berteknologi nano itu.
Tanpa menghiraukan Bu Nanik, aku mulai membuka berkas-berkas itu satu per satu. Dimulai dari Marissa Subyastuti. Lahir di Yogya, 5 Juni 1959. Lulus ASMADJY tahun 1979. Bergabung dengan perusahaan sejak 1982 – 1988. Keluar atas permintaan sendiri. Alamat terakhir di Apartemen Satelite Surabaya.
Theresia Susanti, lahir di Tabing, 15 April 1964. Lulusan YASMI Medan tahun 1986. Bergabung dengan perusahaan sejak tahun 1988 – 1990. Mengundurkan diri setelah mengalami kecelakaan pada September 1990. Alamat terakhir di Perumahan Griya Kencana D/16 Surabaya.
Kemudian Nadia Rahmadhanti. Lahir di Yogya, 5 Juni 1968. Lulusan ASMADJY tahun 1989. Bergabung dengan perusahaan sejak 1990 – 1998. Ia mengundurkan diri untuk menikah. Alamat terakhir yang tercatat, Apartemen Satelite Surabaya.
Yang keempat adalah Luisa Sanjaya, lahir di Pontianak 8 Agustus 1967. Lulusan Lembaga Pendidikan Profesi Surabaya ( LP2S ). Bergabung sejak 1998 – 2001. Kariernya berakhir saat ia meninggal akibat keracunan gas karbondioksida dari mobilnya sendiri. Ada kliping obituarinya pada sebuah koran tanggal 30 Maret 2001. Ia dikremasikan di sebuah krematorium di daerah Malang.
Terakhir, Delia Sumarno. Lahir di Yogya, 5 Juni 1976. Lulusan ASMADJY tahun 1999. Bergabung sejak 2001 sampai sekarang. Apartemen Satelite menjadi tempat tinggalnya dan tidak ada keterangan lain.
Kuluruskan punggungku sambil memikirkan berbagai kebetulan yang kudapati dari data di tanganku ini. Bahwa Marissa, Nadia, dan Delia tinggal di apartemen yang sama, bersekolah di tempat yang sama dan mereka memiliki tanggal lahir yang sama, yaitu 5 Juni. Hanya saja berbeda tahun. Hebat sekali. Jadi, mereka berada dalam naungan bintang yang sama, dan mungkin juga memiliki sifat atau karakter yang sama pula. Betapa sebuah kebetulan!
Bunyi nada panggil dari ponsel mengejutkan kami berdua. Bu Nanik menggeleng setelah memeriksa ponselnya. Aku pun tidak merasa bunyi itu berasal dari ponselku karena nadanya berbeda. Lalu dari ponsel siapa karena kami hanya berdua di ruangan ini? Aku jadi ingat. Ponsel Delia! Aku membawanya di dalam ransel!
Buru-buru kubuka komunikatornya dan berharap ada sebuah informasi baru yang dapat kuperoleh. Ternyata sebuah SMS masuk dari nomor yang tidak terdaftar. Isi pesannya sederhana:
Paket sudah dikirim. Harga TO baru 15 juta.
Aku terdiam dan mulai berpikir. Paket apa dan dari siapa? TO itu apa? Target operasi? Kututup ponsel itu dan kembali ke berkas lima sekretaris yang aneh ini.
Aku mengamati Bu Nanik yang masih memproses data gaji pegawai.
“Bu, maaf mengganggu sebentar.“
“Nggak apa-apa, mau tanya apa, Ran?“ ia menjawabku tanpa menoleh.
Kemudian aku menanyakan seputar keanehan tiga sekretaris Pak Yudha yang berasal dari sekolah yang sama, dan tinggal di tempat yang sama. Kecuali Tere dan Luisa. Bu Nanik mengatakan, mereka bertiga memang direkomendasikan Pak Yudha. Bahkan tinggal di apartemen milik pribadinya.
“Saya memeriksa di internet semalaman, ASMADJY -sekolah para sekretaris itu- tidak ada datanya.“
Baru sekarang kulihat perubahan dari Bu Nanik. wanita itu duduk menegak di kursinya untuk beberapa saat lamanya seperti sedang memikirkan sesuatu.
Dulu ia adalah staf personalia yang terpaksa mengerjakan tugas-tugas sekretaris bagi Pak Yudha untuk sekian belas tahun lamanya. Itu dikarenakan Marissa, Nadia, dan Delia tidak pernah melakukan tugasnya dengan baik. Mereka lebih sibuk mencari perhatian bos yang flamboyan itu. Hanya Tere dan Luisa yang benar-benar menjalankan tugasnya dengan benar. Sayangnya, mereka tidak bertahan lama.
“Sekalipun Pak Yudha tahu betapa menyebalkannya mereka, beliau tidak pernah menegur ketiganya.” Gerutuannya membuatku tercengang. ”Sebenarnya kau direkrut untuk menggantikan Delia. Pak Satya sudah tidak tahan bekerja dengannya, tidak seperti ayahnya.”
“Tapi, lama-kelamaan, aku merasa dibodohi oleh wanita-wanita itu,“ lanjutnya, masam.
Aku merasa tidak enak dengan semua ini.
“Mengenai akademi itu, Bu Nanik tidak pernah memeriksanya?“
Wanita itu menggeleng, ia kembali memunggungiku. Mengerjakan proses cetak slip gaji untuk seratus orang karyawan di sini. Aku menghela napas. “Tere mengalami kecelakaan apa?“
“Dia ditabrak mobil saat keluar dari kantor untuk makan siang. Penabraknya tidak pernah ditemukan. Kabarnya ia lumpuh sekarang.“ Ada kegetiran dalam suaranya yang membuatnya terdiam.
Kalau memang demikian adanya, maka aku memang tidak perlu menemuinya. Kehadiranku bisa jadi melukai perasaannya karena harus mengingat pengalaman terburuk dalam hidupnya. Makin ruwet saja masalah Delia ini. Sebaiknya aku segera keluar dari tempat ini. Aku khawatir bertemu dengan Satya yang akan menanyakan progres pekerjaanku.
Pak Amran, sopir perusahaan kami, sudah siap mengantarku ke rumah sakit. Rupanya ia mendapat perintah langsung dari Satya untuk membantuku menyelesaikan masalah ini. Kembali aku mendengar nada SMS dari ponsel Delia. Aku membukanya, dari nomor yang tadi.
Mana profil TO baru? Cepat balas.
Aq byk order.
Aku penasaran dengan orang ini, karena begitu bersemangat mengejar Delia. Ia pasti memiliki sesuatu yang bisa berguna. Aku minta berhenti pada sebuah wartel saat kami melintas di daerah Praban. Aku ingin tahu, dengan siapa sebenarnya Delia berhubungan.
Bersambung
Penulis: Shanty Dwiana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar